Meniti Harapan Baru

Meniti Harapan Baru Demokrasi Indonesia

Meniti Harapan Baru

Oleh : Syafridho Syafridho Syawal Ayuza, S.IP (Staf Teknis Penyelenggaraan KPU Provinsi Sumatera Barat)

Publik disuguhkan dengan kabar yang cukup menggemparkan diawal Tahun 2025 ini. Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold pada hari Kamis 2 Januari 2025. Gugatan mengenai penghapusan presidential threshold 20% perolehan kursi dan 25% suara sah nasional untuk pencalonan presiden dan wakil presiden ini berasal dari empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga atas nama Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna.

Berita ini cukup menggemparkan publik, bagaimana tidak, setidaknya sudah 36 kali permohonan untuk pengujian ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bergulir di MK. Menemui titik terang permohonan atas gugatan tersebut melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang penghapusan ambang batas persentase minimal pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pemilu Tahun 2029 mendatang. 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Dalam putusannya MK menilai bahwa ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

Adapun yang menjadi Putusan MK terkait penghapusan Presidential Threshold yang tertera pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 diantaranya:

  1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
  2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional;
  3. Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Lebih lanjut amar putusan MK sebagai berikut, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, menyatakan bahwa norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, selanjutnya memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Menjadi babak baru dalam keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Dengan adanya Putusan MK tersebut menjadikan titik awal dari perjalanan demokrasi yang hakiki di Indonesia. Putusan ini tentunya tidak hanya dilihat dari sudut pandang partai dan elite politik semata, namun juga putusan ini mengakomodir hak-hak politik rakyat Indonesia yang menjadi konstituen dalam perhelatan pilpres nantinya. Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold tidak hanya mencederai proses demokrasi namun juga membatasi hak-hak politik masyarakat Indonesia. 

Presidential Threshold ini juga tentunya akan memberangus suara partai politik yang memiliki suara hasil pemilu kecil yang bahkan tidak lolos parlemen. Selain itu, tentu kini tugas berat berada pada partai politik peserta pemilu, dimana tentunya menggalang dan menjaga basis massa serta mempersiapkan figur terbaik yang layak dan pantas untuk bersaing pada kontestasi pilpres mendatang.

Putusan MK terkait penghapusan presidential threshold tentunya membuka keran demokrasi hakiki sebesar-besarnya bagi masa depan perjalanan Demokrasi Indonesia yang kembali pada esensi dan substansi awal hadirnya demokrasi, yakni mengakomodir kepentingan dan hak-hak politik masyarakat Indonesia. Selanjutnya harapan baru bagi masyarakat agar bisa lebih cerdas dan selektif dalam mementukan pilihannya pada Pilpres mendatang.

Dampak vital dengan dihapuskannya presidential threshold ialah konstituen diberikan banyak pilihan dalam menentukan pilihan politiknya pada pilpres mendatang, dimana tentunya akan bermuara pada meningkatnya tingkat partisipasi politik pemilih pada pemilu mendatang. Masyarakat diharapkan Bijak dan cerdas dalam menentukan pilihannya untuk sehingga melahirkan pemimpin yang betul-betul bekerja dan berbuat untuk masa depan kepentingan kesejahteraan bangsa dan negara. 

Diharapkan dengan lahirnya putusan MK terkait dihapusnya ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diharapkan tidak terjadinya polarisasi dan pembatasan akan figur yang akan dicalonkan dimana adanya kecendrungan pembatasan calon hanya dua dan paling banyak tiga pasang calon yang bisa berlaga dikontestasi pilpres jika tetap menggunakan presidential threshold untuk pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan MK ini juga berdampak nantinya pada proses pilpres tidak lagi hanya dikooptasi oleh partai-partai besar yang memiliki suara dan kursi di parlemen yang berpotensi untuk memonopoli koalisi parpol untuk pemenuhan presidential threshold 20 % suara sah pemilu. Serta nantinya cendrung terafirmasi pada relasi kuasa dan politik transaksional. Penghapusan presidential threshold harus disikapi sebagai tantangan bersama yang dapat dikelola secara fair dan demokratis serta bertujuan untuk kepentingan bangsa dan negara.  

Categories: