Gaza, Kabarkita.net – Sayap militer utama kelompok perlawanan Hamas, Brigade Al-Qassam merilis dua video mengejutkan yang menunjukkan kondisi mengenaskan para tawanan Israel yang ditahan di Jalur Gaza.
Dalam tayangan yang dikutip dari Al Jazeera, para tawanan digambarkan kurus kering, lemah, dan berada dalam kondisi nyaris kelaparan, selaras dengan penderitaan rakyat sipil Gaza yang terus hidup di bawah blokade dan serangan militer Israel.
Salah satu video yang dirilis oleh Brigade Al-Qassam menampilkan Abitar David, seorang tawanan Israel, dalam kondisi fisik yang jauh berbeda dibanding saat terakhir kali ia tampil dalam video sebelumnya.
Dalam video terbaru, David tampak diam, menunduk, dan menyaksikan gambar meja dengan hitungan hari penahanannya—adegan yang menyiratkan lamanya penderitaan dan keterputusan total dari dunia luar.
Video tersebut juga diselingi rekaman anak-anak Gaza yang menderita kelaparan parah, dengan tulang-tulang yang terlihat jelas dan wajah pucat akibat minimnya asupan gizi. Tayangan ini diakhiri dengan pesan yang menggugah:
“Mereka makan apa yang kita makan, dan minum apa yang kita minum.” Tulis keterangan dalam video tersebut.
Pernyataan ini dimaknai sebagai pesan simbolik bahwa para tawanan Israel hidup dengan kondisi minimum, setara dengan penderitaan rakyat Gaza yang terkurung dalam blokade.
Permohonan Terakhir Rom Barislavsky: “Saya Hidup di Neraka”
Video kedua yang dirilis oleh Brigade Al-Quds, menunjukkan kondisi mengerikan seorang tawanan lainnya, Rom Barislavsky, tentara Israel berusia 22 tahun dari Yerusalem Timur yang ditangkap lebih dari satu tahun sembilan bulan lalu.
Dalam video berjudul “Gaza. Membunuh karena Kelaparan”, Barislavsky menangis, terbaring lemah, dan berbicara dengan suara serak penuh kepedihan.
“Tolong bawakan aku makanan sebelum aku mati kelaparan. Saya berada di ambang kematian dan hidup di neraka,” ucapnya penuh rasa putus asa.
Barislavsky menggambarkan rasa sakit di tubuhnya, ketidakmampuannya untuk bangun, dan jumlah makanan yang sangat minim—terkadang hanya tiga butir falafel sehari. Ia juga menonton tayangan anak-anak Gaza yang kelaparan dan memohon kepada pemerintah Israel untuk segera menghentikan perang dan menyelamatkan semua tawanan.
“Ini tidak bermoral. Ini pelecehan terhadap anak-anak yang tak bersalah… Jika bukan demi anak-anak Gaza, lakukanlah demi para tawanan. Bawalah makanan dan minuman, saya mohon.” Ucap Barislavsky dalam video tersebut.
Video itu juga memperlihatkan Barislavsky menulis dalam buku hariannya sambil menangis, serta klip anak-anak Palestina yang menderita kelaparan. Brigade Al-Quds menutup video dengan pesan eksplisit:
“Apa yang rakyat kami derita, tawanan kalian juga menderita.” Terang brigade Al-Quds dalam pernyataannya.
Ketegangan Meningkat di Israel: Demonstrasi dan Kritik Terhadap Netanyahu
Publikasi dua video ini muncul saat ketegangan politik dan sosial di Israel semakin memuncak, terutama terkait nasib para tentara yang masih ditahan di Gaza. Pada Kamis (1/8/2025), puluhan keluarga tawanan Israel menggelar unjuk rasa di depan kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem Barat.
Mereka menuntut penyelesaian segera atas pertukaran tawanan, sambil menuduh pemerintah sengaja memperpanjang penderitaan demi tujuan politik.
Unjuk rasa sempat ricuh ketika para demonstran bentrok dengan polisi Israel. Para keluarga menyebut bahwa para tahanan sudah terlalu lama disandera, dan strategi militer tidak membawa hasil apa pun, selain semakin banyak korban jiwa di kedua belah pihak.
Tokoh oposisi dan Ketua Partai Camp David, Benny Gantz, menyerukan kepada pemerintah untuk segera mencapai kesepakatan komprehensif terkait pembebasan para tawanan, meski harus dibayar dengan harga mahal.
“Waktu berpihak pada Hamas dan bertentangan dengan nasib para tawanan. Setiap hari yang berlalu memperburuk situasi mereka,“ ujar Gantz dalam pernyataan di platform X (Twitter).
Gantz menilai bahwa menunda negosiasi hanya memperkuat posisi Hamas, dan bahwa penyelesaian diplomatik jauh lebih rasional ketimbang terus melanjutkan perang yang hanya memperburuk krisis kemanusiaan.
Tel Aviv memperkirakan sekitar 50 warga Israel masih ditawan di Jalur Gaza, dengan hanya 20 di antaranya yang diyakini masih hidup. Di sisi lain, data organisasi HAM menunjukkan lebih dari 10.400 warga Palestina ditahan di penjara Israel, termasuk 85 wanita, 320 anak-anak, dan 3.376 tahanan administratif.
Sebagian besar dari mereka dilaporkan tidak mendapat akses kesehatan yang layak, bahkan mengalami penyiksaan dan pengabaian medis yang serius.
Kebuntuan Negosiasi dan Penolakan Israel
Upaya perundingan yang dimediasi oleh Qatar baru-baru ini berakhir tanpa hasil, setelah pihak Israel menarik diri dari pembicaraan. Pemerintah Netanyahu bersikeras untuk tidak menarik pasukannya dari Gaza, serta menolak permintaan Hamas untuk menghentikan perang dan membebaskan tahanan Palestina.
Sementara itu, Hamas menyatakan kesiapannya untuk melakukan pertukaran tawanan secara menyeluruh, asalkan syarat-syarat kemanusiaan dan politik dipenuhi. Namun, Israel tetap bersikukuh untuk melanjutkan operasi militernya dan bahkan mempersiapkan pendudukan kembali Gaza, meski dunia internasional terus mengecam kebijakan tersebut.
Rilis video dari Brigade Al-Qassam dan Al-Quds bukan hanya menjadi bentuk tekanan psikologis terhadap Israel, tetapi juga menjadi pengingat akan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Jalur Gaza. Ketika para tawanan Israel menunjukkan penderitaan mereka, narasi visual yang sama juga memperlihatkan anak-anak Palestina yang sekarat karena kelaparan, menciptakan gambaran tragis akan kemanusiaan yang tersandera oleh konflik berkepanjangan. (*)